Ayah menyusui? Tidak mungkin… Bukankah seorang laki-laki tidak memiliki payudara yang bisa mengeluarkan air susu layaknya seorang wanita? Breastfeeding father bukanlah ayah menyusui bayi seperti yang dilakukan seorang ibu kepada bayinya. Istilah ini lebih mengarah pada keterlibatan ayah dalam proses menyusui tersebut.Selama ini kita sering berfikir bahwa menyusui adalah proses yang melibatkan dua pihak saja, ibu dan bayi. Sehingga tidak jarang sang ayah merasa terpinggirkan, dan berpendapat bahwa satu-satunya jalan untuk berinteraksi ketika memberi makan bayinya adalah dengan memberi susu botol. Anggapan ini sangat jauh panggang dari api. Sesungguhnya seorang ayah dapat sangat berperan dalam proses pengasuhan bayinya pada seluruh tahap. Bahkan kalau mau jujur, mayoritas ibu yang menyusui bayinya secara eksklusif selama 6 bulan akan menyatakan bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan ini adalah dukungan dari ayah bayi.
Lalu apa saja yang bisa dilakukan seorang ayah?
Banyak sekali, dan hal-hal tersebut bisa dilakukan pada masa hamil, bersalin, dan ketika bayi sudah lahir.
Pada Masa Hamil
Pada fase ini diharapkan bahwa Ayah/calon ayah sudah mulai berinteraksi dengan janin. Usapan pada perut ibu dan suara ayah ketika menyapa janin, dapat menjadi sebuah proses ‘perkenalan’ awal yang baik. Kemudian proses ‘perkenalan’ ini dapat dilanjutkan dengan pencarian informasi secara bersama-sama dengan ibu tentang pemberian makanan terbaik untuk bayi mereka nanti. Ketika mencari fasilitas kesehatan untuk persalinan, dan menemani sewaktu istri periksa hamil dan melakukan senam hamil, juga adalah sebuah langkah awal untuk menjadi seorang breastfeeding father.
Hal-hal tersebut dapat meningkatkan keyakinan ibu/calon ibu tentang ASI-nya dan menambah kenyamanan serta kedekatan hubungan ayah-ibu, yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan menyusui.
Bersalin
Pada fase ini, diharapkan ayah dapat mendampingi ibu ketika melahirkan. Setelah melahirkan, seorang ibu pasti merasa lelah secara fisik dan mental, sehingga akan lebih sulit untuk bernegosiasi dengan pihak fasilitas kesehatan yang belum mendukung Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui untuk melakukan IMD. Di sinilah pentingnya peran ayah untuk bernegosiasi dan meminta haknya sebagai pasien agar bisa dilakukan IMD pada bayi mereka. Selain itu, selama proses IMD, ayah bisa memberikan dukungan berupa pujian dan kata-kata positif kepada ibu untuk meningkatkan rasa percaya dirinya bahwa ASI-nya, yang masih dalam bentuk kolosrrum, adalah yang terbaik. Pada beberapa keadaan, ayah juga bisa mengazankan atau membacakan do’a-do’a pada bayinya ketika proses IMD berlangsung.
Setelah melahirkan, seorang ibu pasti merasa lelah secara fisik dan mental, sehingga akan lebih sulit untuk bernegosiasi dengan pihak fasilitas kesehatan yang belum mendukung Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui untuk melakukan IMD. Di sinilah pentingnya peran ayah untuk bernegosiasi dan meminta haknya sebagai pasien agar bisa dilakukan IMD pada bayi mereka.
Setelah Bayi Lahir
Ini adalah fase berikutnya yang paling penting. Beberapa pekan pertama usia bayi biasanya adalah waktu-waktu yang sangat melelahkan secara fisik dan mental bagi ibu. Seorang ayah dapat lebih berperan dalam proses pengasuhan bayinya dengan melakukan beberapa hal yang bersifat praktis, maksudnya bukan hanya sekedar saran kepada ibu, antara lain: mengganti popok, memandikan bayi, memijat bayi, menyendawakan bayi, menenangkan bayi yang sedang menangis, membawa bayi yang sedang menangis kepada ibu untuk disusui, memijat pundak ibu ketika menyusui, membawakan makanan atau minuman hangat untuk ibu ketika menyusui, memberi pujian pada ibu, berbagi pekerjaan rumah tangga, mengurus bayi ketika ibu mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan mengurus dirinya sendiri, serta mengurus kakak bayi. Atau secara lebih jauh dapat memberi ‘perlindungan’ kepada istri dari perintah atau saran orang yang dianggap lebih berpengalaman, ketika mereka menyarankan memberi asupan lain kepada bayi.
Cukup banyak ya.. Dan jika diperhatikan, pada intinya hal-hal diatas bertujuan untuk menciptakan suasana yang memudahkan dan membuat ibu nyaman dalam menyusui bayinya, yang pada akhirnya akan berefek kepada meningkatnya refleks pengeluaran ASI.
Namun sering kita temukan bahwa ayah merasa canggung dan takut menggendong bayi karena masih sangat kecil. Di sini kita perlu fahami bahwa bayi memang kecil dan perlu berhati-hati dalam menggendongnya, namun mereka tidak serapuh yang kita bayangkan. Yang penting dilakukan adalah bahwa ayah MAU untuk melakukannya, dan ibu BERSEDIA memberi kesempatan ayah untuk belajar berinteraksi dengan bayi tanpa melakukan banyak intervensi ketika mereka melakukan beberapa kesalahan di awal, misalnya terbalik memakaikan popok, dll.
Atau, justru pola pandang lingkungan sekitar yang menganggap ayah ‘hanya’ sebagai pencari nafkah membuatnya menjadi enggan untuk ikut mengasuh bayi? Lagi-lagi kita perlu ingat bahwa anak membutuhkan sosok seorang ayah dalam perkembangan mentalnya. Dan akan lebih baik jika hal ini dapat dilakukan sedini mungkin.
Lalu, apa untungnya?
Secara umum, kedekatan emosi ayah-ibu-bayi akan lebih baik. Emosi positif ini akan berdampak langsung terhadap lancarnya ASI yang dikeluarkan oleh ibu, karena menyusui memang sangat dipengaruhi oleh hormon oksitosin.
Selain itu, jika menyusui eksklusif dapat berjalan lancar karena dukungan ayah, maka pengeluaran rumah tangga untuk pos makanan bayi dibawah 6 bulan dapat dihilangkan. Bayi ASI juga terbukti lebih sehat, sehingga pos pemeliharaan kesehatan bayi dapat lebih ditekan, dan orang tua tidak perlu sering cuti karena bayinya sakit. Kerja sama yang baik antara ayah-ibu juga dapat meningkatkan jumlah jam tidur malam mereka, karena bayi lebih mudah ditenangkan ketika menangis waktu malam. Bahkan ada juga yang berpendapat, bahwa ketika ayah membawakan bayi yang sedang menangis kepada ibu untuk disusui, maka bayi akan mengenali ayah sebagai ‘transportasi’ menuju makanan. Hal ini lagi-lagi akan mendekatkan hubungan emosional antara ayah-ibu-bayi.
Keterlibatan ayah dalam memperlancar dan melindungi proses menyusui sangat penting. Hal tersebut dapat dimulai dengan melakukan aktivitas sederhana secara teknis untuk membantu memudahkan serta menyamankan ibu dalam proses menyusui, dan juga dibarengi dengan pola komunikasi yang baik antara ayah dan ibu. Selain itu, memastikan bahwa nafkah untuk keluarga berasal dari sumber yang halal dan baik, akan dapat memberikan keunggulan tersendiri bagi kualitas keluarganya.
ditulis: Dedi Setiawan, SKG, IBCLC. (Konsultan Menyusui)
Telah dimuat di tabloid Nakita edisi: 636/th.XIII/6-12 Juni