Hari ibu: Titik balik penuntutan peran dan hak ibu

Hari ibu: Titik balik penuntutan peran dan hak ibu Ilustrasi ibu sedang menyusui anaknya - photo: Freepik

Gerakan wanita Indonesia sudah dimulai dari sebelum kemerdekaan Indonesia. Ketika ketidak adilan menimpa para perempuan, R.A Kartini mendokumentasikan ketidak adilan nilai, tradisi, dan perlakukan sosial bagi kaum perempuan itu dalam surat-suratnya pada tahun 1878 – 1904. Inspirasi Kartini kemudian memunculkan gerakan-gerakan perempuan lain, seperti: Gerakan perempuan Poetri Mardika dikatakan sebagai pionir dan diikuti oleh organisasi perempuan yang lain seperti Jong Java Meisjeskring (Kelompok Pemudi Jawa Muda) tahun 1915, dan Aisyiah (Pemudi Muhamadiyah) tahun 1917. Inilah titik awal perempuan berani tampil di muka umum.Pada 22-25 Desember 1928, Kongres Perempuan pertama berlangsung di Yogyakarta, merupakan awal dari perjalan historis peran perempuan dalam perjuangan hak sekaligus perannya dalam kemerdekaan. Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938, dan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 Presiden Soekarno menyatakan bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.
Sungguh wujud penghargaan yang besar buat perempuan, sungguh wujud dari apresiasi sosial tinggi terhadap peran ibu. Peran dalam pribadinya, keluarga, dan masyarakat. Perempuan Indonesia mempunya tempat dan kedudukan yang sama di hadapan Negara, mempunya suara lantang yang sama di garda terdepan kehidupan berbangsa.

Indonesia sudah merdeka, tetapi hak-hak itu belum secara utuh diberikan, bahkan tidak disadari mulai dirampas kembali, disembunyikan, dan digantikan. Menutupi fakta dengan fakta yang maya, menutupi kebenaran dengan rekayasa, memutar balikan fakta demi keuntungan segelitir orang. Penjajahan sekarang adalah penjajahan informasi, pengkerdilan nilai ilmu, dan pengukungan hak-hak ibu.

Hak ibu untuk menjadi ibu untuk anaknya, memiliki mental dan fisik yang sehat, memiliki keluarga yang sejahtera, memiliki anak yang sehat, berperan aktif dalam keluarga, berperan aktif dalam masyarakat, berjuang untuk bangsa, dan hak ibu untuk menjadi pelindung pada pemarjinalan hak-hak kaum lemah.

Kita semua tahu bahwa pendarahan pasca melahirkan, Kanker, anemia, overweight, adalah penyakit-penyakit yang menjadi momok menyeramkan bagi ibu, hak ibu untuk terhindar dari semua penyakit itu, dan menyusui bayi berarti mengurangi risiko-risiko itu timbul. Penelitian Klaus dan Kennel tahun 2001 menunjukan bahwa menyusui mengurangi Perdarahan pasca melahirkan dan Anemia. Martin dan kawan-kawan pada 2005 dan Armogida 2004 menumukan fakta bahwa menyusui Mengurangi risiko kanker payudara, Chiaffarino tahun 2005 dan Okamura tahun 2006 bahwa menyusui juga mengurangi risiko Kanker Indung Telur (Ovarium) dan Kanker Rahim. Sedangkan Karlsson MK di tahun 2005 menemukan fakta menyusui mengurangi risiko Osteoporosis .

Pada tahun 2005 Groer M W , melakukan penelitian pada 216 ibu yaitu 84 ibu ASI eksklusif , 99 formula dan 30 ibu sehat yang tidak melahirkan, dia memeriksa kadar hormon stress dan respons ibu pada 4 dan 6 minggu post paska melahirkan dan secara keseluruhan ternyata ibu yang menyusui mempunyai perasaan positif , mengerjakan hal-hal positif lebih banyak , artinya ibu menyusui mempunya potensi dan energy positif lebih besar untuk berperan aktif dalam masyarakat.

Cohort Follow up study dalam jangka waktu 15 tahun dilakukan oleh Lane Strathearn dan kawan-kawan, dan dipublikai di Journal Pediatrics tahun 2009. Penelitian dilakukan pada 5890 dari 7223 ibu menyusui , dicari apakah ada hubungan antara lama menyusui dengan tindak kekerasan ibu pada anaknya, ternyata hasilnya: tindakan kekerasan ibu pada anaknya ( termasuk menelantarkan, kekerasan fisik dan kekerasan emosional) berkurang sesuai dengan meningkat lama menyusui, artinya ibu menyusui dapat mengurangi 4,8 x tindak kekerasan ibu terhadap anaknya terutama menelantarkan anak.

Secara Ekonomi, menyusui meningkatkan derajat keluarga. Bayangkan keluarga pra-sejahtera dengan penghasilan dibawah rata-rata, masih banyak keluarga dengan penghasilan Rp. 500.000 – 1.000.000. kalau kita kalkulasi harga susu formula ukuran dos 400 gram adalah Rp. 60.500,- (asumsi harga Rp. 40.000 – Rp. 120.000/dos 400 gram), dan dalam 6 bulan pertama bayi membutuhkan 55 dos susu formula 400 gram sehingga keluarga membutuhkan Rp. 3. 327.500,- lebih dari separuh gaji keluarga dengan pemasukan Rp. 1.000.000.

Peran besar seorang ibu akan terjadi apabila ibu sehat secara fisik, psikis, dan juga secara ekonomi, menyusui bagian dari solusi kompleks peran ibu dan keuarga. Menyusui adalah kesetaraan gender, dimana yang kuat (ibu dan bapak) melindungi hak-hak bayi yang lemah. Bayi tidak bisa meminta haknya, bayi hanya menerima apa yang kita berikan, melindungi yang lemah adalah nilai utama dari seorang ibu.

Salah satu perjuangan ibu adalah berjuang untuk mendapat haknya untuk sehat, haknya untuk menyusui, haknya untuk memberi asuhan yang baik bagi anak. Hak ibu untuk mendapat informasi yang benar tentang produk-produk buatan, hak ibu untuk mendapat perlindungan dari pemerintah untuk dapat memberikan makanan satu-satunya yang cocok untuk bayinya.

Terimakasih ibu, terimakasih atas tetesan kehidupannya pada dunia …

Selamat hari Ibu, selamat berjuang untuk merebut hak …

Yogyakarta, 22 Desember 2012

Ditulis oleh: wasugi
Ketua Gema Indonesia Menyusui dan salah satu founder dan relawan GIM, aktif sebagai konselor menyusui sejak tahun 2006. Penulis berdomisili di Yogyakarta.