Bayi dan anak memiliki cara tersendiri untuk mengatur bagaimana memenuhi kebutuhan dirinya termasuk kebutuhan akan makan dan minum. Seringkali orang tua dan orang penting di sekeliling bayi dan anak tidak memahami hal ini. Maka yang terjadi adalah orang tua mempraktikkan pemberian makan dan minum yang tidak responsif.
Apa itu pemberian makan yang responsif dan tidak responsif?
Pemberian makan yang responsif adalah pemberian makan aktif yang tidak hanya memperhatikan nutrien dalam makanan, tapi juga bagaimana, kapan, dimana dan dengan siapa anak makan. Selain itu, pemberian makan responsif juga memperhatikan pertumbuhan anak dan pendekatan tumbuh kembang. Jadi pemberian makan yang responsif selalu memperhatikan interaksi dan gaya dalam pemberian makan, situasi dalam pemberian makan dan cara mengatasi penolakan makan anak.
Bagaimana dengan pemberian makan yang pasif?
Inilah yang disebut dengan pemberian makan yang tidak responsif. Pemberian makan pasif ini merupakan pemberian makan yang tidak memperhatikan interaksi, tidak memperhatikan situasi dalam pemberian makan dan tidak dapat berkompromi dengan penolakan. Disinyalir pemberian makan pasif ini berhubungan dengan kejadian asupan nutrisi yang kurang atau bahkan berlebih serta berkontribusi pada pertumbuhan yang lambat.
Apa rekomendasi WHO tentang pemberian makan responsif?
pemberian makan yang responsif aktif. sumber: Training Aids – The Community Infant and Young Child Feeding Counselling Package, UNICEFYang pertama dan terpenting adalah anjuran kepada orang tua untuk mengenali tanda lapar dan kenyang pada bayi dan anak. Selain itu, tidak boleh dilupakan pemberian makan yang tetap memperhatikan kandungan nutrien dalam sajian makanan untuk bayi dan anak.
Rekomendasi kedua adalah tidak memaksa anak untuk makan. Hal yang terpenting adalah membujuk anak, bukan memaksa anak untuk makan. Duduk di samping anak saat makan dan menyemangati anak untuk makan.
Rekomendasi selanjutnya yang tidak kalah penting adalah menghargai waktu makan sebagai periode belajar dan menunjukkan kasih sayang.Ibarat bayi belajar suatu ketrampilan, maka seorang anak juga belajar ketrampilan makan dan ketrampilan dalam interaksi dan situasi pemberian makan. Bayi belajar beradaptasi dari makan dengan menghisap ke ketrampilan mengunyah dan menelan makanan padat. Bayi belajar dengan mencontoh apa yang dilakukan, apa yang dimakan, bagaimana cara makan, dimana harus makan dan kapan harus makan dari situasi pemberian makan yang sehari-hari dilihat, dirasakan dan dicontohkan.
Usaha meningkatkan kemampuan kemandirian juga dapat dilakukan dalam pemberian makan dan termasuk dalam pemberian makan yang responsif. Salah satu caranya adalah menyediakan makanan dalam bentuk finger foods, dan menemani anak makan jika anak sudah dapat makan sendiri.
Suasana pada saat pemberian makan adalah periode untuk menunjukkan kasih sayang pada anak. Waktu makan adalah saat belajar bagi anak, mendapatkan cinta dan kasih sayang serta penerimaan salah satunya dengan adanya kontak mata saat pemberian makan. Perhatian, suasana yang dekat, komunikasi yang hidup saat makan adalah cara untuk menunjukkan kasih sayang. Orang tua atau orang terdekat yang menemani anak makan memberi makan dengan pelan tanpa terburu-buru serta penuh kesabaran. Melakukan berbagai cara positif untuk membujuk anak jika anak menolak makan juga menjadi salah satu cara menunjukkan kasih sayang.
Baca juga : Persiapan dan pengolahan MP-ASI
Menciptakan suasana makan yang menyenangkan akan membuat anak tidak terbebani dengan kegiatan makan. Jika kita tidak bisa menciptakan suasana yang menyenangkan, ada unsur paksaan dalam pemberian makan, ada tekanan, terlalu banyak distraksi akan membuat anak menganggap bahwa kegiatan makan itu bukan sesuatu yang menyenangkan dan anak tidak dapat menikmati suasana makan.
Jika diurutkan sesuai tahapan tumbuh kembang, seperti apa ya, bentuk kegiatan pemberian makan yang responsif?
pemberian makan yang responsif aktif. foto: Training Aids – The Community Infant and Young Child Feeding Counselling Package, UNICEFMemahami nutrien yang dibutuhkan bayi sampai usia 6 bulan adalah ASI saja merupakan bentuk pemahaman tentang pemberian makan yang responsif. Selain itu, pemberian makan responsif yang dapat dilakukan adalah menyusui semau bayi, mengenali tanda lapar dan kenyang, mengurangi distraksi saat menyusui dan mengenali tanda pertumbuhan bayi.
Tanda lapar bayi bukan menangis…karena ketika bayi menangis itu menunjukkan tanda bayi sudah marah. Bayi dapat kita maknai lapar jika kita meletakkan jari di sebelah bibir kanan atau kiri, bayi akan menengok mencari sumber sentuhan, mulut bayi mengecap-ngecap, membenamkan wajah ke dada ibu, menjilat-jilat sesuatu yang bersentuhan dengan mulut bayi, dan mengisap jari. Sedangkan tanda kenyang dapat terlihat dari tanda melepas payudara sendiri ketika menyusu. Hal ini akan sering tampak pada bayi di bawah 4 bulan. Mengapa? Karena bayi di atas 4 bulan sudah mulai mudah terdistraksi saat menyusu oleh situasi di sekeliling bayi.
Setelah ASI eksklusif selesai dan bayi lulus ASIX…maka pemberian nutrisi berupa pemberian MPASI dan ASI tetap diberikan. Pemberian MPASI yang memperhatikan kandungan nutrien yang diperlukan bayi sangatlah penting. Selain itu, perubahan tekstur makanan padat yang diberikan, porsi makan, frekuensi makan, dan penyajian makan yang terpisah untuk bayi dan anak juga merupakan kegiatan pemberian makan yang responsif.
Pada usia 1 sampai 2 tahun, anak akan banyak belajar mengenal variasi makanan dan kombinasi makanan baru, rasa dan tekstur yang baru. Pada usia ini kita mulai untuk menghilangkan distraksi saat pemberian makan, dan masih dengan penyajian makan yang tersendiri untuk anak. Seringkali orang tua menggunakan distraktor untuk membuat asupan makan terpenuhi.Hal ini sangat penting untuk dihindari, terutama jika anak mudah kehilangan selera makan. Anak makan sambil menonton televisi, anak makan sambil bermain di luar rumah, membiarkan anak makan berlama-lama disinyalir menjadi salah satu kontributor terjadinya obesitas pada anak.
Baca juga : Tips awal memberi MP-ASI
Pada usia selanjutnya, anak akan banyak belajar tentang kegiatan makan berdasarkan contoh dalam keluarga. Oleh karena itu, sangat penting membiasakan social eating dalam keluarga. Anak makan dalam satu meja dengan seluruh anggota keluarga. Di situlah anak melihat, merasakan dan mencontoh segala yang terjadi di meja makan. Jika anak melihat orang tuanya makan sayur maka anak akan berfikir untuk mencoba sayuran juga.
Salah satu rekomendasi WHO adalah memperhatikan interaksi saat pemberian makan. Seperti apakah itu?
pemberian makan yang responsif aktif. foto: Training Aids – The Community Infant and Young Child Feeding Counselling Package, UNICEFInteraksi antara ibu dan anak yang menunjukkan pemberian makan yang responsif, seperti
• Ada tawa dan senyum dalam kegiatan makan
• Orang tua atau ibu mencontohkan aktivitas makan seperti makan bersama
• Selalu menjaga perhatian anak
• Berbicara dengan anak saat memberi makan
• Berbicara dengan bahasa yang positif pada anak
• Menunjukkan kedekatan dengan anak seperti adanya tatap muka, posisi dekat dengan anak, memberi makan baik dari depan atau dari samping tetapi tetap menjaga kedekatan
• Posisi anak diperhatikan yang nyaman untuk anak seperti sambil digendong, duduk, berdiri
• Mengajarkan anak untuk makan sendiri dengan dorongan dan bantuan agar dapat dipastikan makanan yang disiapkan dapat habis
Nah, setelah kita pahami kegiatan-kegiatan pemberian makan yang responsif, mari kita kuatkan dengan motivasi untuk melakukannya. Apa sih pentingnya?
Pengasuhan yang terkuat dan menjadi periode belajar yang penting adalah saat makan. Apa jadinya jika pengasuhan dalam pemberian makan yang buruk menjadikan anak mengalami kondisi kurang gizi? Karena ternyata, salah satu penyumbang kejadian gagal tumbuh pada anak adalah pengasuhan dalam pemberian makan yang salah.
Penulis: Fajar Triwaluyanti, S.Kep, M.Kep, IBCLC. | Pengurus Gema Indonesia Menyusui | facebook